Pages

Ads 468x60px

Rabu, 09 November 2011

Siuk Bimbim dan Siuk Bambam :)


  Pada jaman dahulu ada dua anak laki-laki kakak beradik. Yang tua bernama Siuk Bambam sedangkan adiknya bernama Siuk Bimbim. Kedua anak laki-laki ini adalah anak-anak yang yatim piatu. Ayah mereka meninggal dunia pada saat Siuk Bambam berusia enam tahun. Saat itu adiknya masih berada dalam kandungan ibunya. Sementara ibunya meninggal dunia pada saat Siuk Bimbim berusia tiga tahun.
     Kini Siuk Bambam yang masih berusia sepuluh tahun itu harus bertanggung jawan atas kelangsungan adiknya yang masih kecil. la bekerja sambil momong adiknya yang masih kecil itu. Kernanapun ia pergi adiknya selalu dibawanya serta. Sungguh beban yang berat bagi anak sekecil itu. la harus berperan sebagai ayah, kakak sekaligus ibu bagi adiknya.
     Kalau ia ke ladang adiknya diajaknya serta, dibuatkan pondok kecil beserta ayunan untuk menidurkan adiknya. Hal ini dijalaninya hingga bertahun-tahun. Beban hidupnya agakberkurang setelah adiknya berusia enam tahun, sudah bisa berjalan dan bermain sendiri. Walau demikian Siuk Bambam makin sayang pada adiknya, sesekali ia masih menggendong adiknya, ia tidak berani gegabah meninggalkan adiknya seorang diri. la masih tetap mengajaknya kernanapun ia pergi.
      la mulai mengajari adiknya untuk mempergunakan senjata sumpit guna berburu binatang. Siuk Bambam sangat senang dan gembira, ternyata adiknya cepat menangkap semua pelajaran yang diberikan kepadanya. Terutama dalam hal menyumpit. Adiknya sangat pandai mempergunakan alat itu. Karenanya ia sering mengajak adiknya berburu di hutan. Dan hasil buruan adiknya selalu lebih banyak ketimbang yang diperoleh Siuk Bambam sendiri.
     Pada suatu hari, pagi-pagi sekali mereka berdua pergi berburu ke hutan. Lewat tengah hari, keduanya baru sampai di rumah kembali. "Kak, Siuk...! Aku lelah dan lapar sekali..."
     "Kau istirahatlah lebih dulu, adikku." kata Siuk Bambam. Adiknya langsung merebahkan diri di tempat tidur. Rupanya selain merasa lelah dan lapar benar.
     Dengan cekatan, Siuk Bambam menyiapkan beras untuk dimasak. Tetapi begitu ia mau menyalakan api, ternyata api di dapur sudah padam. Biasanya setiap selesai memasak, bara api itu ditimbunnya dengan abu sehingga baranya selalu rnenyala. Melihat hal itu, Siuk Bambam bingung. Batu pemantik api, yang biasa dipergunakan untuk menyalakan api, hilang. Lama ia mencari ke mana-mana, tidak juga ditemukan.
     Sekarang, satu-satunya jalan, ia harus pergi ke kampung. Akan tetapi, ia memikirkan keadaan adiknya. Mau dibawa, Siuk Bimbim sudah terlalu lelah dan lapar. Kalau ditinggalkan juga, akan memakan waktu dua atau tiga jam pulang pergi.
     la pun membangunkan Siuk Bimbim. Mereka berunding. Akhirnya, Siuk Bimbim bersedia tinggal sendiri selama Siuk Bambam pergi ke kampung. Sebelum pergi, ia berpesan agar adiknya tidak keluar rumah sampai ia kembali nanti. Siuk Bambam pun berjanji untuk kembali secepatnya.
     Sepeninggal Siuk Bambam, adiknya tertidur. la terbangun setelah perutnya terasa melilit karena lapar. la pun menangis sambil memanggil kakaknya.  
     "Ooo..., kakakku Siuk Bambam. Maram burung diataratinu, kembang behas diatara rapi."
Artinya: Dia memanggil kakaknya Siuk Bambam. la mengatakan bahwa burung perolehannya sudah busuk dan tidak dapat dibakar. Beras yang direndamnya untuk dimasak sudah hancur dan tidak bisa lagi
dimasak. Berulang-ulang    ia memanggil kakaknya dengan mengucapkan kata-kata yang sama. Pada waktu itu, kebetulan seekor, anak raksasa sedang lewat. "Nah," katanya. "Kedengarannya ada suara orang. Sekali ini aku beruntung. Sudah hampir seminggu aku tidak makan apa- apa. Perutku lapar sekali," ucapnya seraya menuju arah suara itu. Tidak lama berselang suara panggilan itu terdengar lagi.
     Anak raksasa itupun menyahut, "Bakmmm...." Maksudnya agar orang yang memanggil itu mengira bahwa suaranya tadi adalah sahutan orang yang dipanggilnya. Adik Siuk Bambam yang mengira kakaknyalah yang menjawab panggilannya, ia segera membukakan pintu. Langsung saja anak jin itu menerkam dan memakan habis adik Siuk Bambam.
     Setelah memperoleh api, Siuk Bambam langsung pulang.perjalanan pulang itu, ia mempercepat langkahnya. la membayangkan adiknya tertidur pulas karena menahan lapar.
     Dari jauh, Siuk Bambam memanggil adiknya. Akan tetapi, tidak didengarnya suara sahutan. Setelah berkali-kali memanggil namun tiada jawaban, Siuk Bambam segera naik ke rumah.
     Tapi, adiknya tidak ditemuinya.Kerongkongannya serasa kering karena memanggil adiknya. Namun, hanya gemanya sendiri yang terdengar la mengamati keadaan di rumahnya. Matanya tak berkedip ketika menatap lantai. Ada setitik darah segar di situ. Darah itu diamatinya kembali dengan cermat. Tidak jauh dari situ dilihatnya segumpal rambut."
     "Jangan-jangan....ini darah dan rambut adikku..."gumam Siuk Bambam ragu.
     "Adikku    ! Siuk Bimbim...!" Siuk Barnbam berteriak keras-keras.
     Namun adiknya tentu saja tidak menyahut karena sudah dibunuh anak raksasa.
     Lama-lama serak dan hampir habis suara Siuk Bambam. la akhirnya sadar mungkin adiknya telah mati.
"Benar.....darah dan rambut ini.pastilah milik adikku," katanya kemudian."Siapa yang telah membunuh adikku.
la teringat cerita almarhum ayahnya bahwa di Bukit Kaminting, di jajaran Bukit Raya, ada sebuah telaga. Di sana ada air kehidupan, air ajaib yang dinamakan Danum Kaharing Belom.
     Telaga itu terletak di hulu sungai Kahayan dan Sungai Barito. Konon air kehidupan itu mampu menghidupkan bangkai atau bahkan sisa bangkai sekalipun.
     "Aku akan mencari air ajaib itu untukmu, adikku    " anak muda ini berkata pada dirinya sendiri.
     Lalu ia bangkit berdiri. Siuk Bambam berlari menuju Bukit Raya. la berlari dan berlari, siang malam tanpa henti, tak mempedulikan perutnya yang lapar dan tenggorokannya yang haus. Jiwa adiknya lebih penting dari segala-galanya.
     Pada suatu hari, setelah betul-betul kelelahan, ia roboh ia di dekat sebuah telaga. Di dekat telaga itu nampak ada sebatang pohon beringin yang berdiri dengan kokoh dan rindang.
     Air telaga itu demikian jernih seperti kaca, sepasang mata Siuk Bambam silau saat menatap air telaga yang memantulkan sinar matahari. Lelah, lapar dan kehausan membuatnya terus berjuang, ia tak mampu berdiri, terpaksa hanya dengan merangkak dan merambat ia berusaha mencapai pinggir telaga. Sungguh berat perjuangan ini. Hampir-hampir ia tak mampu menggerakan tubuhnya lagi, namun dengan seluruh sisa tenaganya yang terakhir ia dapat menggapai pinggir telaga itu dan mencelupkan tangannya ke dalam air. Aneh, begitu tangannya menyentuh air seketika tenaganya menjadi pulih kembali. la langsung dapat bangkit berdiri dan berajalan. Segera saja ia minum air telaga. itu sepuas-puasnya. Kini rasa haus dan lapar telah hilang lenyap.
     "Pastilah ini Danum Kaharingan Belom..." ujar Siuk Bambam dengan perasaan lega.
     la berpikir keras," Bagaimana cara membawa air ini ke rumah...?" Akhirnya ia menemukan cara. Dilepaskan ikat kepalanya. Lalu dicelupkan ke dalam air telaga. Setelah air meresap, ikat kepala itu digulung. Kemudian ia berlari bagaikan kerbau gila meninggalkan tempat itu. Perjalanan yang mestinya ditempuh selama beberapa hari, sekarang dapat dicapainya hanya dalam tempo setengah hari.
la telah sampai di rumah. Segera dicarinya darah, rambut dan tempurung kepala adiknya. Lalu ditetesi dengan air kehidupan.
     "Dewa tolonglah hambamu..."gumam Siuk Bambam berkali-kali.
     Perlahan-lahan tapi pasti, darah dan rambut itu membentuk tubuh manusia. Siuk Bambam tercengang dan hampir tak berkedip menyaksikan keajaiban itu.
     Beberapa menit kemudian berdirilah Siuk Bimbin di hadapan kakaknya—Siuk Bambam. Siuk Bambam langsung merangkul adiknya dengan penuh haru. Lama keduanya bertangis-tangisan.
     "Adikku...apa sebenarnya yang telah terjadi?" tanya Siuk Bambam setelah .keduanya puas melepas keharuan.
     Siuk Bimbim kemudian menceritakan kejadian yang menewaskan dirinya itu dengan cermat tanpa terlewat sedikitpun juga.
     "Kasihan kau adikku, sekarang mari kita masak, kau tentu merasa lapar..."
     Adiknya mengangguk. Setelah masak dan makan sampai kenyang keduanya menyusun rencana untuk menghadapi raksasa kejam itu.
     " Mula; besok pagi kau berpura-pura kelaparan dan memanggil-manggilku seperti hari kemarin"
     " Bagaimana jika anak raksasa itu datang?" tanya Siuk Bimbim.
     "Jangan kuatir, aku akan bersembunyi di atas loteng dengan membawa sumpitan dan mandau.
     Begitulah, malam itu mereka istirahat dengan tenang. Esok paginya rencana itu dijalankan. Siuk Bimbim berbaring di atas tikar sembari memanggil-manggil kakaknya.
     "Ooo..., kakakku Siuk Bambam. Maramburungdiataratinu, kembang behasdiatararapi."
     Setelah diulang beberapa kali, datanglah anak raksasa itu. la juga menyahut seperti kemarin." Bak....mmm."
     Makin lama makin dekat suara jawaban anak raksasa itu. Siuk Bambam rnenyiapkan sumpitannya untuk dibidik tepat di daun pintu.
     Begitu pintu terbuka dan nampak tubuh anak raksasa, maka secepat kilat Siuk Bambam meniupkan sumpitnya. Anak raksasa itu menjerit keras. la mencoba berbalik ke arah halaman rumah, namun racun anak sumpit telah membuatnya terjatuh. Siuk Bambam segera turun dan menikamkan mandau ke arah leher anak raksasa itu.
     Seketika anak raksasa itu tewas menemui ajalnya. Siuk Bambam berpelukan dengan adiknya karena telah selamat dari marabahaya. Selanjutnya mereka menguburkan mayat anak raksasa itu di halaman rumah. Kini tak ada lagi orang yang mengganggu ketentraman mereka

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Kakean typoo

Unknown mengatakan...

Kakean typoo

Samsons Simbolon mengatakan...

Cerita ini berasal dari daerah mana

Posting Komentar