H e !
Aku tidak banyak
bicara, tidak banyak mengatakan apapun.
Aku hanya bisa
menatap. Menatap punggungmu, menatapmu dari kejauhan.
Dia laki-laki berkulit
sawo matang, dengan tinggi 173 cm, memiliki lesung pipit yang membuat senyumnya
semakin manis.
Tanpa banyak aku berkata, dia sangat mempesona. Memandanginya
di pinggir lapangan, sedang memainkan sebuah bola kemudian melemparnya tepat di
sebuah ring yang terletak di depannya. Dia tersenyum saat menatapku, senyuman
yang sangat indah.
Bisa saja ku
gambarkan wajahnya, lesung pipitnya yang menambah manis senyumannya, mata yang
bercahaya, mata yang ikut tersenyum saat bibirnya membentuk senyuman, hidungnya
yang terbilang biasa saja tidak mancung, alis matanya yang sedikit tebal. Tuhan
begitu indah mahluk ciptaanmu ini, tiada ku sangka aku akan bertemu dengannya,
dia terlalu sempurna bagiku, akankah engkau akan memisahkan kami ? kumohon
jangan. Aku akan menjadi lebih baik, agar aku pantas berada di sampingnya. Aku akan
menjadikannya kekuatanku untuk menjalankan hidup ini dan engkau menjadi pedoman
ku menjalani kehidupan yang fana ini.
Dia menghampiriku, duduk di sampingku
kemudian bercerita tentang kekesalannya hari ini.
Meneceritakan bagaimana bosannya ia di
kelas saat tidak ada guru, bagaimana bosannya saat menunggu teman-temannya, dan
menceritakan bagaiamana kesalnya ia saat di rumah.
Ini yang biasa ia lakukan, sepulang sekolah
saat ia sedang lelah, ia akan langsung menuju rumahku, mengajakku pergi masih
dengan mengenakan seragam sekolah pergi menuju sebuah lapangan, kemudian aku
duduk di tepi melihatnya bermain menunggu kesalnya mulai mereda.
“ apa yang terjadi ? “ tanyaku
“ tidakkah mereka mengerti ? aku bosan
sekali hari ini. Saat harus latihan perkusi pun aku harus bosan dan kesal “
katanya menggerutu kemudian membanting bola basket yang ada di tangannya
“ coba ceritakan sedikit saja yang
membuatmu kesal ? “ kataku mencoba member solusi
Setelah aku berkata seperti itu, ia
kemudian menceritakan semuanya, kekesalannya.
“ sudah, sepertinya kamu kelelahan. Tadi malam
kamu tidur jam berapa ? “ tanya ku
“ aku tidur jam 1 malam, aku tidak bisa
tidur semalam “ jawabnya dengan malas
“ aku rasa ada sesuatu yang belum kamu
ceritakan padaku ? ceritakan saja , aku memang ada di sini untuk mendengar
ceritamu “ kataku berusaha membujuknya dengan tersenyum semanis mungkin
“ aku rindu ayah dan ibuku.. “ jawabnya ,
kemudian ia terdiam. Napasnya terdengar berat.
“ aku tau apa yang kamu rasakan, setidaknya
coba anggap saja tante dan om kamu di rumah sebagai orang tuamu “ kataku member
solusi
“ bukan itu maksudku, aku rindu masakan
bunda. Aku rindu saat pulang sekolah di sambut di depan pagar rumah. Aku tidak
mungkin memaksa tante dan om ku melakukan itu “ jawabnya , ia tertunduk.
“ aku mengerti, sangat mengerti. Aku juga
pasti akan merasakan hal yang sama spertimu, jika kau berada di posisimu. Tapi lihatlah
dirimu ? tidak ada yang perlu kamu keluhkan. Kamu seorang anak laki-laki
berumur 17 tahun, menginjak 18 tahun malah. Aku yakin kamu sekuat badanmu ini “
kataku sambil memukul lengannya membuktikan bahwa fisiknya saja kuat, apa lagi
yang lain.
Tidak ada jawaban, dia hanya menunduk. Memainkan
kakinya di atas bola basket. Aku tidak berani menatapnya.
“ hmm, kamu boleh saja menganggapku adikmu
atau apalah. Sehingga kamu punya 2 adik yang kembar namanya, nmaku dengan nama
adikmu, kamu boleh memanggilku kapanpun kamu mau, aku bisa masak. Mungkin kamu
juga boleh memintaku memasakkan sesuatu untukmu, namun seizin ayah dan ibuku
tentunya “ tanyaku member solusi
Namun dia tetap diam, aku mulai sedikit
putus asa, mungkin dia memang benar-benar rindu dengan ibu dan ayahnya. Aku membiarkannya
terdiam dan menunduk sperti itu. Aku tetap menatapnya, tetap memperhatikannya. Tiba-tiba
saja, aku melihat setitik air mata jatuh dari matanya, ia menangis dalam diam. Sperti
tidak bernafas, ia tetap menunduk, tetap memainkan kakinya di atas bola, tetap
diam. Aku terus menatapnya, tetes pertama, kedua, ketiga , keempat, dan
akhirnya dia bangun, duduk tegak, menatap kosong ke arah lapangan, diam tanpa
ekspresi apapun dan saat itu aku melihat 2 titik air mata keluar dari mata
indahnya, ia tidak bergerak. Itu 2 air mata terahirnya.
“ sudah enak ? “ tanyaku hati-hati
Ia kemudain menatapku, nafasnya berat, dan
mengangguk mengiakan pertanyaanku
“ jika belum, keluarkan saja. Aku tetap di
sini menemanimu,” sambungku lagi
Ia diam, terus diam, tidak bersua. Hingga akhirnya
30 menit berlalu, ia mulai bicara
“ aku boleh bertanya “ tanya nya
“ tentu, tanyakan apa yang ingin kamu
tanyakan “ jawabku
“ apakah pantas aku menangis ? seorang
atlit basket, seorang anak perkusi, dengan tubuh seperti ini di larang ? “
tanyanya seperti memendam marah
“ menurutku pantas dan boleh saja, apa yang
tidak boleh ? menangis itu adalah luapan emosi, jika memang menangis lebih membuat
hatimu lega,” kataku tak berani menatapnya.
“ aku akan menangis mungkin “ katanya
kemudian, sepi
Aku menatapnya, benar saja . ia menangis,
tanpa ekspresi, menatap kosong kea rah lapangan. Cara menangis yang wibawa,
“ mungkin kamu membutuhkan tangan ini untuk
menghapusnya “ kataku mengapus air matanya kemudian menariknya untuk mengahadap
ke arahku
“ maksudku, kamu boleh menangis namun hanya
sedikit.” Kataku kemudian tersenyum
“ his, aku ini lebih tua darimu anak kecil.
Jangan sentuh-sentuh wajahku “ katanya cuek
“ bilang saja kamu malu, “ kataku sambil
tersenyum geli
“ sudah, aku lapar “ katanya menarikku
untuk pergi
“ mau kemana ? kamu lupa tadi kita sudah
beli makan, ini kan ? “ kataku sambil mengangkat makanan yang ada dalam tas plastik
“ tuhan! Ok ayo kita makan “ jawabnya
dengan nada kesal
Kemudian kami makan, tidak ada salah satu
dari kami yang berbicara hingga akhirnya ia selesai makan dan membuka
percakapan
“ bisa cepat makannya “ tanyanya
“ sabar, kamu kira perutku sebesar perutmu.
“ jawabku
“ semoga kamu semakin pendek dik “
sambungnya dengan ketus
“ sudah ni, ada apa “ kataku
“ kamu kalo makan itu kotor, umurmu beraapa
? bdan aja di lebarin. Liat ni mulut belepotan “ katanya sembari membersihkan
bekas mayo yang tersisa di pipiku
“ yah yang penting gak selebar badanmu aja
deh gak pa-pa kalo lebarin badan “ jawabku asal
“ diam “ katanya
“ emang kenapa ? “ tanyaku
“ dengar apa yang ku bilang, tutup matamu,
diam, dengar , jangan bergerak “ perintahnya
“ utnuk apa ? malas “ jawabku dengan nada
khawatir
“ aku tidak melukaimu, “ sambungnya
“ ok ok ,” kataku kemudian menutup mata,
tidak bergerak dan tidak bersuara
“ dengarkan aku, jangan bergerak. Rasakan udara
dan suara alam, “ katanya
Aku hanya diam, menuruti apa yang di katakana.
Tiba-tiba saja aku seperti terbang, seperti tidak menapak, tapi aku tidak bisa
memastikannya
“ apa yang kamu rasakan ? “ tanyanya
“ aku boleh buka mata ?” tanyaku
“ tentu “ jawabnya
“ aku merasakan sperti terbang,” jawabku
“ kamu bisa merasakan apa yang aku rasakan
ternyata “ sambungnya sambil tersenyum
“ makssudnya ? “ tanyaku heran
“ tadinya, aku kira kamu mau menuruti ku
karna suatu hal, ternyata kamu tulus “ jawabnya
“ bagaimana kamu membuktikannya “ tanyaku kebingungan
“ saat aku terdiam sepertimu, aku merasakan
seperti aku terbang. Aku mencoba membuktikan apakah kamu bisa merasakan apa
yang aku rasakan. Ternyata benar kamu bisa “ jawabnya dengan senyum yang lebih
manis dari biasanya
“ lalu ? aku memang seperti ini “ kataku
“ kamu bisa merasakan apa yang kurasakan, “
katanya kemudian mengambil bola basketnya dan berlari menuju lapangan, bermain
dengan bolanya, mengatraksikan berbagai teknik bermain basket sambil sesekali
tersenyum bahkan tertawa tanpa sebab yang ku ketahui.
Aku hanya diam saja kebingungan dengan apa
yang di lakukannya, setelah cukup lama bermain ia kemdian kembali ke arahku,
namun ia duduk di bawah, tepat di sebelah kedua kakiku
“ ngapain duduk di bawah ? “ tanyaku
“ aku ingin disini “ jawabnya
“ dasar , jangan usil “ kataku smabil
mengacak rambutnya
“ kamu tau, kadang aku rindu denganmu. Saat
rindu dengan ayah dan ibu pasti aku juga merindukanmu “ ujarnya
“ oh ya ? apa susahnya kamu memanggilku “
tanyaku
“ aku tidak berani “ jawabnya pasrah
“ ah, kamu berlebihan “ jawabku sambil tertawa
Saat aku tertawa, dia kemudian bangun dan
duduk tepat di sampingku,
“ aku ingin minta sesuatu darimu “ ujarnya
“ apa ? akan ku penuhi selagi aku mampu “
jawabku
“ jadi ibuku “ pintanya
“ apa maksudnya ? haha kamu ini, kamu yang
lebih tua “ kataku sambil tertawa
“ jangan tertawa, jadi ibuku . kamu tau aku
sangat mencintai ibuku, aku selalu merindukannya, aku tidak berani dan tidak
akan menyakiti hatinya, aku juga tidak berani membentaknya. Ibu selalu berhati
lembut, selalu berkata manis , sabar dan yang lebih penting ibu sangat
mencintai dan menyayangiku “ jelasnya
“ hmm, aku belum mengerti “ jawabku dengan
wajah kebingungan
“ coba ganti kata ibu menjadi kata aku “
pintanya
“ kamu sangat mencintai.. , kamu selalu
merindukan.., kamu tidak berani dan tidak akan menyakiti hati.., kamu juga
tidak berani membentak, aku selalu berhati lembut, berkata manis, sabar, dan
yang lebih penting … sangat mencintai dan menyayangimu “ jawbaku ragu
“ kenapa gak lengkap ? “ tanyanya
“ aku takut salah “ jawabku
“ kamu tidak salah, aku memang ingin
mengatakan itu. Kamu mau kan menemaniku, mungkin menjadi tulang rusukku “
tanyanya dengan penuh harap
“ apa aku bisa ? “ tanyaku ragu
“ tentu kamu bisa, aku juga pasti bisa. Aku
akan menjadi sandaranmu saat kamu susah dan sedih, bahuku untukmu “ jawabnya
dengan mantap
“ lalu aku harus berkata apa ? “ tanyaku
dengan
“ kamu lebih butuh seorang kk laki-laki
atau perempuan ? “ tanyanya
“ apa hubungannya ?” tanyaku
“ itu adalh jawabnnya “ jawabnya
“ aku lebih membutuhkan kk laki-laki, aku
membutuhkannya untuk tempat aku menangis mungkin jika aku lelah, aku bebas
memeluknya setiap saat “ jawbku dengan degup jantung yang berdebar
“ aku akan menjadi kakak laki-lakimu, aku
akan menjadi tempatmu menangis dan kamu bebas memelukku “ jawabnya
Kemudian ia mencubit pipiku dan tersenyum
geli lalu tertawa lepas
Aku baru melihatnya begitu bahagia, matanya
lebih bercahaya , senyumnya semakin menawan.
Tuhan aku akan berusaha terus menjadi
tulang rusuknya, aku akan berusaha menjadi seperti ibunya, yang selalu
menyayangi dan mencintainya.
0 komentar:
Posting Komentar