Pages

Ads 468x60px

Rabu, 09 Januari 2013

H E !




H e !
Aku tidak banyak bicara, tidak banyak mengatakan apapun.
Aku hanya bisa menatap. Menatap punggungmu, menatapmu dari kejauhan.
Dia laki-laki berkulit sawo matang, dengan tinggi 173 cm, memiliki lesung pipit yang membuat senyumnya semakin manis.



Tanpa banyak aku berkata, dia sangat mempesona. Memandanginya di pinggir lapangan, sedang memainkan sebuah bola kemudian melemparnya tepat di sebuah ring yang terletak di depannya. Dia tersenyum saat menatapku, senyuman yang sangat indah.
Bisa saja ku gambarkan wajahnya, lesung pipitnya yang menambah manis senyumannya, mata yang bercahaya, mata yang ikut tersenyum saat bibirnya membentuk senyuman, hidungnya yang terbilang biasa saja tidak mancung, alis matanya yang sedikit tebal. Tuhan begitu indah mahluk ciptaanmu ini, tiada ku sangka aku akan bertemu dengannya, dia terlalu sempurna bagiku, akankah engkau akan memisahkan kami ? kumohon jangan. Aku akan menjadi lebih baik, agar aku pantas berada di sampingnya. Aku akan menjadikannya kekuatanku untuk menjalankan hidup ini dan engkau menjadi pedoman ku menjalani kehidupan yang fana ini.
Dia menghampiriku, duduk di sampingku kemudian bercerita tentang kekesalannya hari ini.
Meneceritakan bagaimana bosannya ia di kelas saat tidak ada guru, bagaimana bosannya saat menunggu teman-temannya, dan menceritakan bagaiamana kesalnya ia saat di rumah.
Ini yang biasa ia lakukan, sepulang sekolah saat ia sedang lelah, ia akan langsung menuju rumahku, mengajakku pergi masih dengan mengenakan seragam sekolah pergi menuju sebuah lapangan, kemudian aku duduk di tepi melihatnya bermain menunggu kesalnya mulai mereda. 



“ apa yang terjadi ? “ tanyaku
“ tidakkah mereka mengerti ? aku bosan sekali hari ini. Saat harus latihan perkusi pun aku harus bosan dan kesal “ katanya menggerutu kemudian membanting bola basket yang ada di tangannya
“ coba ceritakan sedikit saja yang membuatmu kesal ? “ kataku mencoba member solusi
Setelah aku berkata seperti itu, ia kemudian menceritakan semuanya, kekesalannya.
“ sudah, sepertinya kamu kelelahan. Tadi malam kamu tidur jam berapa ? “ tanya ku
“ aku tidur jam 1 malam, aku tidak bisa tidur semalam “ jawabnya dengan malas
“ aku rasa ada sesuatu yang belum kamu ceritakan padaku ? ceritakan saja , aku memang ada di sini untuk mendengar ceritamu “ kataku berusaha membujuknya dengan tersenyum semanis mungkin
“ aku rindu ayah dan ibuku.. “ jawabnya , kemudian ia terdiam. Napasnya terdengar berat.
“ aku tau apa yang kamu rasakan, setidaknya coba anggap saja tante dan om kamu di rumah sebagai orang tuamu “ kataku member solusi
“ bukan itu maksudku, aku rindu masakan bunda. Aku rindu saat pulang sekolah di sambut di depan pagar rumah. Aku tidak mungkin memaksa tante dan om ku melakukan itu “ jawabnya , ia tertunduk.
“ aku mengerti, sangat mengerti. Aku juga pasti akan merasakan hal yang sama spertimu, jika kau berada di posisimu. Tapi lihatlah dirimu ? tidak ada yang perlu kamu keluhkan. Kamu seorang anak laki-laki berumur 17 tahun, menginjak 18 tahun malah. Aku yakin kamu sekuat badanmu ini “ kataku sambil memukul lengannya membuktikan bahwa fisiknya saja kuat, apa lagi yang lain.
Tidak ada jawaban, dia hanya menunduk. Memainkan kakinya di atas bola basket. Aku tidak berani menatapnya.
“ hmm, kamu boleh saja menganggapku adikmu atau apalah. Sehingga kamu punya 2 adik yang kembar namanya, nmaku dengan nama adikmu, kamu boleh memanggilku kapanpun kamu mau, aku bisa masak. Mungkin kamu juga boleh memintaku memasakkan sesuatu untukmu, namun seizin ayah dan ibuku tentunya “ tanyaku member solusi
Namun dia tetap diam, aku mulai sedikit putus asa, mungkin dia memang benar-benar rindu dengan ibu dan ayahnya. Aku membiarkannya terdiam dan menunduk sperti itu. Aku tetap menatapnya, tetap memperhatikannya. Tiba-tiba saja, aku melihat setitik air mata jatuh dari matanya, ia menangis dalam diam. Sperti tidak bernafas, ia tetap menunduk, tetap memainkan kakinya di atas bola, tetap diam. Aku terus menatapnya, tetes pertama, kedua, ketiga , keempat, dan akhirnya dia bangun, duduk tegak, menatap kosong ke arah lapangan, diam tanpa ekspresi apapun dan saat itu aku melihat 2 titik air mata keluar dari mata indahnya, ia tidak bergerak. Itu 2 air mata terahirnya.
“ sudah enak ? “ tanyaku hati-hati
Ia kemudain menatapku, nafasnya berat, dan mengangguk mengiakan pertanyaanku
“ jika belum, keluarkan saja. Aku tetap di sini menemanimu,” sambungku lagi
Ia diam, terus diam, tidak bersua. Hingga akhirnya 30 menit berlalu, ia mulai bicara
“ aku boleh bertanya “ tanya nya
“ tentu, tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan “ jawabku
“ apakah pantas aku menangis ? seorang atlit basket, seorang anak perkusi, dengan tubuh seperti ini di larang ? “ tanyanya seperti memendam marah
“ menurutku pantas dan boleh saja, apa yang tidak boleh ? menangis itu adalah luapan emosi, jika memang menangis lebih membuat hatimu lega,” kataku tak berani menatapnya.
“ aku akan menangis mungkin “ katanya kemudian, sepi
Aku menatapnya, benar saja . ia menangis, tanpa ekspresi, menatap kosong kea rah lapangan. Cara menangis yang wibawa,
“ mungkin kamu membutuhkan tangan ini untuk menghapusnya “ kataku mengapus air matanya kemudian menariknya untuk mengahadap ke arahku
“ maksudku, kamu boleh menangis namun hanya sedikit.” Kataku kemudian tersenyum
“ his, aku ini lebih tua darimu anak kecil. Jangan sentuh-sentuh wajahku “ katanya cuek
“ bilang saja kamu malu, “ kataku sambil tersenyum geli
“ sudah, aku lapar “ katanya menarikku untuk pergi
“ mau kemana ? kamu lupa tadi kita sudah beli makan, ini kan ? “ kataku sambil mengangkat makanan yang ada dalam tas plastik
“ tuhan! Ok ayo kita makan “ jawabnya dengan nada kesal
Kemudian kami makan, tidak ada salah satu dari kami yang berbicara hingga akhirnya ia selesai makan dan membuka percakapan
“ bisa cepat makannya “ tanyanya
“ sabar, kamu kira perutku sebesar perutmu. “ jawabku
“ semoga kamu semakin pendek dik “ sambungnya dengan ketus
“ sudah ni, ada apa “ kataku
“ kamu kalo makan itu kotor, umurmu beraapa ? bdan aja di lebarin. Liat ni mulut belepotan “ katanya sembari membersihkan bekas mayo yang tersisa di pipiku
“ yah yang penting gak selebar badanmu aja deh gak pa-pa kalo lebarin badan “ jawabku asal
“ diam “ katanya
“ emang kenapa ? “ tanyaku
“ dengar apa yang ku bilang, tutup matamu, diam, dengar , jangan bergerak “ perintahnya
“ utnuk apa ? malas “ jawabku dengan nada khawatir
“ aku tidak melukaimu, “ sambungnya
“ ok ok ,” kataku kemudian menutup mata, tidak bergerak dan tidak bersuara
“ dengarkan aku, jangan bergerak. Rasakan udara dan suara alam, “ katanya
Aku hanya diam, menuruti apa yang di katakana. Tiba-tiba saja aku seperti terbang, seperti tidak menapak, tapi aku tidak bisa memastikannya
“ apa yang kamu rasakan ? “ tanyanya
“ aku boleh buka mata ?” tanyaku
“ tentu “ jawabnya
“ aku merasakan sperti terbang,” jawabku
“ kamu bisa merasakan apa yang aku rasakan ternyata “ sambungnya sambil tersenyum
“ makssudnya ? “ tanyaku heran
“ tadinya, aku kira kamu mau menuruti ku karna suatu hal, ternyata kamu tulus “ jawabnya
“ bagaimana kamu membuktikannya “ tanyaku kebingungan
“ saat aku terdiam sepertimu, aku merasakan seperti aku terbang. Aku mencoba membuktikan apakah kamu bisa merasakan apa yang aku rasakan. Ternyata benar kamu bisa “ jawabnya dengan senyum yang lebih manis dari biasanya
“ lalu ? aku memang seperti ini “ kataku
“ kamu bisa merasakan apa yang kurasakan, “ katanya kemudian mengambil bola basketnya dan berlari menuju lapangan, bermain dengan bolanya, mengatraksikan berbagai teknik bermain basket sambil sesekali tersenyum bahkan tertawa tanpa sebab yang ku ketahui.
Aku hanya diam saja kebingungan dengan apa yang di lakukannya, setelah cukup lama bermain ia kemdian kembali ke arahku, namun ia duduk di bawah, tepat di sebelah kedua kakiku
“ ngapain duduk di bawah ? “ tanyaku
“ aku ingin disini “ jawabnya
“ dasar , jangan usil “ kataku smabil mengacak rambutnya
“ kamu tau, kadang aku rindu denganmu. Saat rindu dengan ayah dan ibu pasti aku juga merindukanmu “ ujarnya
“ oh ya ? apa susahnya kamu memanggilku “ tanyaku
“ aku tidak berani “ jawabnya pasrah
“ ah, kamu berlebihan “ jawabku sambil tertawa
Saat aku tertawa, dia kemudian bangun dan duduk tepat di sampingku,
“ aku ingin minta sesuatu darimu “ ujarnya
“ apa ? akan ku penuhi selagi aku mampu “ jawabku
“ jadi ibuku “ pintanya
“ apa maksudnya ? haha kamu ini, kamu yang lebih tua “ kataku sambil tertawa
“ jangan tertawa, jadi ibuku . kamu tau aku sangat mencintai ibuku, aku selalu merindukannya, aku tidak berani dan tidak akan menyakiti hatinya, aku juga tidak berani membentaknya. Ibu selalu berhati lembut, selalu berkata manis , sabar dan yang lebih penting ibu sangat mencintai dan menyayangiku “ jelasnya
“ hmm, aku belum mengerti “ jawabku dengan wajah kebingungan
“ coba ganti kata ibu menjadi kata aku “ pintanya
“ kamu sangat mencintai.. , kamu selalu merindukan.., kamu tidak berani dan tidak akan menyakiti hati.., kamu juga tidak berani membentak, aku selalu berhati lembut, berkata manis, sabar, dan yang lebih penting … sangat mencintai dan menyayangimu “ jawbaku ragu
“ kenapa gak lengkap ? “ tanyanya
“ aku takut salah “ jawabku
“ kamu tidak salah, aku memang ingin mengatakan itu. Kamu mau kan menemaniku, mungkin menjadi tulang rusukku “ tanyanya dengan penuh harap
“ apa aku bisa ? “ tanyaku ragu
“ tentu kamu bisa, aku juga pasti bisa. Aku akan menjadi sandaranmu saat kamu susah dan sedih, bahuku untukmu “ jawabnya dengan mantap
“ lalu aku harus berkata apa ? “ tanyaku dengan
“ kamu lebih butuh seorang kk laki-laki atau perempuan ? “ tanyanya
“ apa hubungannya ?” tanyaku
“ itu adalh jawabnnya “ jawabnya
“ aku lebih membutuhkan kk laki-laki, aku membutuhkannya untuk tempat aku menangis mungkin jika aku lelah, aku bebas memeluknya setiap saat “ jawbku dengan degup jantung yang berdebar
“ aku akan menjadi kakak laki-lakimu, aku akan menjadi tempatmu menangis dan kamu bebas memelukku “ jawabnya
Kemudian ia mencubit pipiku dan tersenyum geli lalu tertawa lepas
Aku baru melihatnya begitu bahagia, matanya lebih bercahaya , senyumnya semakin menawan.
Tuhan aku akan berusaha terus menjadi tulang rusuknya, aku akan berusaha menjadi seperti ibunya, yang selalu menyayangi dan mencintainya. 





0 komentar:

Posting Komentar